ACFW2024, konsolidasi pegiat HAM Taiwan-Asia Tenggara pertahankan ruang sipil (Bahasa Indonesia)

ACFW2024, konsolidasi pegiat HAM Taiwan-Asia Tenggara pertahankan ruang sipil (Bahasa Indonesia)

01/11/2024 12:05(Diperbaharui 07/11/2024 15:55)

ACFW2024, konsolidasi pegiat HAM Taiwan-Asia Tenggara pertahankan ruang sipil - Fokus Taiwan
Perubahan situasi politik di Asia dalam beberapa tahun terakhir yang dianggap mengancam Hak Asasi Manusia (HAM) perlu direspons oleh Taiwan dengan menjalin kerjasama yang konkret dengan pembela HAM di kawasan Asia, Asia Citizen Future Week (ACFW2024) digagas sebagai forum yang bertujuan untuk mengonsolidasikan hubungan antara Taiwan dan masyarakat sipil Asia Tenggara.

Taipei, 1 Nov. (CNA) Perubahan situasi politik di Asia dalam beberapa tahun terakhir yang dianggap mengancam Hak Asasi Manusia (HAM) perlu direspons oleh Taiwan dengan menjalin kerjasama yang konkret dengan pembela HAM di kawasan Asia, Asia Citizen Future Week (ACFW2024) digagas sebagai forum yang bertujuan untuk mengonsolidasikan hubungan antara Taiwan dan masyarakat sipil Asia Tenggara.

Leah Lin, direktur Asia Citizen Future Association (ACFA) yang menggagas forum ini mengatakan lewat forum dan asosiasi ini, pihaknya berfokus pada pembangunan infrastruktur yang memfasilitasi kolaborasi antara masyarakat sipil di Taiwan dan Asia Tenggara. 

Berbeda dengan organisasi internasional yang cenderung memberikan hibah mendesak jangka pendek dan bantuan relokasi individu, ACFA punya misi menghubungkan masyarakat sipil di antara Taiwan dan Asia Tenggara dan untuk mengembangkan kapasitas dan strategi untuk mempertahankan ruang sipil.

“Kami percaya bahwa dukungan yang diperlukan untuk dialog lintas masyarakat sipil dan hubungan yang teratur adalah yang menghasilkan pengetahuan dan tindakan untuk perlawanan, dan tindakan yang konstan membutuhkan ketahanan,” kata Lin.

Taiwan ambil bagian

Sebagai salah satu negara demokratis di Asia, Taiwan harus ambil bagian pada perubahan konstelasi politik di Asia yang membungkam ruang-ruang sipil tadi.

Bangkok dan Hong Kong, kata Lin, pernah menjadi pusat regional yang penting bagi organisasi masyarakat sipil di Asia Timur dan Tenggara di mana organisasi akar rumput, aktivis, yayasan internasional, dan organisasi nonpemerintah internasional (INGO) melakukan semua jenis advokasi, pelatihan, debat, jaringan, dan kolaborasi untuk berbagai isu di pusat-pusat ini. 

Namun saat ini, publik masih berduka atas pertumpahan darah dan krisis di Hong Kong danpada saat yang, Bangkok yang pernah dianggap sebagai ibu kota LSM Asia Tenggara, justru menjadi hutan belantara yang berbahaya bagi pencari suaka, pembela hak asasi manusia, pembangkang, dan LSM. 

Prosesnya cepat dari tanda-tanda awal kemerosotan ruang sipil hingga penutupan totalnya. 

“Kita telah melihat menjamurnya kontrol politik dan sosial, dengan pembenaran keamanan nasional, kesehatan publik, pembangunan, dan sebagainya, yang merasuki kehidupan kita sehari-hari yang membuat praktik hak asasi manusia menjadi mahal. Pelanggaran pidana berat tidak lagi hanya diperuntukkan bagi para pemimpin gerakan sosial terkemuka atau pembangkang politik, tetapi kelangsungan hidup organisasi masyarakat sipil (CSO) sendiri dipertaruhkan,” kata Lin.

Merespons hal ini, Lin menilai perlunya Taiwan memberikan dukungan yang diperlukan untuk kelangsungan hidup CSO untuk menghadapi kemerosotan ruang sipil regional. Dalam konteks Taiwan pihaknya telah melakukan sejumlah poyek penelitian di antaranya "Meneliti Aksesibilitas Taiwan bagi CSO dari Asia Tenggara" dan laporan penelitian "Menjelajahi Peran Taiwan di Tengah Krisis Penutupan Ruang Sipil di Asia Tenggara".

“Laporan ini juga merupakan respons kami terhadap pertanyaan mendesak: 'peran apa yang dapat dimainkan Taiwan di tengah krisis penutupan ruang sipil di Asia Tenggara?',” kata Lin.

Libatkan banyak aktivis HAM

Lin menambahkan, di tahun 2023 lalu, ACFA menyelenggarakan Pekan Masyarakat Sipil Taiwan dan Asia Tenggara. Dalam forum tatap muka satu hari itu, ACFA mengundang lebih dari 70 peserta dari 40 organisasi dan entitas yang terlibat untuk bertukar perspektif dan pengalaman dengan masyarakat sipil dan pemangku kepentingan di kawasan tersebut dan Taiwan untuk mengembangkan strategi dan menciptakan kolaborasi guna bersama-sama mempertahankan ruang sipil di kawasan tersebut.

Tahun ini, forum bertujuan untuk mengonsolidasikan hubungan antara Taiwan dan masyarakat sipil Asia Tenggara, serta membangun platform untuk meningkatkan dialog, pertukaran, dan mengembangkan kolaborasi serta strategi. 

Selama forum pada tanggal 31 Oktober ini, sebuah laporan tentang hak atas kebebasan berserikat di Filipina, Malaysia, Indonesia, dan Thailand, yang dibuat oleh sebuah koalisi yang dikoordinasikan oleh ACFA dengan 9 CSO Asia Tenggara lainnya juga akan diluncurkan.

Dari Indonesia

Dalam forum satu hari itu, sejumlah aktivis dari Indonesia terlibat dalam berbagai panel. Rizky Fariza Affian, staf advokasi internasional Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) misalnya melaporkan kemunduran demokrasi Indonesia dan kebebasan sipil dalam 10 tahun terakhir imbas dari kepemimpinan yang hanya fokus pada pembangunan infrastruktur.

Sementara itu Fatia Maulidiyanti, Direktur FIDH (International Federation for Human Rights) memaparkan pengalamannya saat diperkarakan oleh Luhut Binsar Pandjaitan yang saat itu Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia atas kritik yang ia sampaikan bersama koleganya Haris Azhar. Fatia juga mencatat sejumlah masukan untuk Taiwan jika hendak menjadi tempat suaka bagi para pejuang HAM di Asia.

Sementara itu turut serta juga Ni Putu Candra Dewi dari Bumi Setara dalam panel tentang dampak pemilu pada masyarakat dan ruang sipil.

Masih di forum yang sama, KontraS juga menggagas forum diskusi tentang kekerasan negara dan HAM di Asia Tenggara dan Taiwan dengan fokus pada isu hukuman mati. Pada forum ini hadir Alviani Sabilah dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan serta pembicara dari Taiwan dari Taiwan Association for Human Rights.

Semula acara ini dijadwalkan berlangsung tatap muka. Namun karena taifun, acara digelar secara daring.

(Oleh Muhammad Irfan)

Selesai/ ML

Read more

全球數位人權大會ACFA圓桌| ACFA roundtable at RightsCon 2025 (English below)

全球數位人權大會ACFA圓桌| ACFA roundtable at RightsCon 2025 (English below)

我們將在 #RightsCon2025 舉行一場圓桌會議【探索公民社會組織與人權捍衛者在監控時代中旅行的安全政策】!(English Below) 活動資訊 Event information *需購買 RightsCon 2025 門票才能參加,講座以英文進行 時間:2月26日 (三) 9:00 AM 地點:RightsCon 2025 會場(台北國際會議中心-202B) Attendance is limited to RightsCon ticket holders Date: February 26, 2025 Time: 9:00 AM Location: RightsCon Venue (202B) 全球最大的數位人權會議「全球數位人權大會(RightsCon)」今年將在 #台灣 舉行!

By 亞洲公民未來協會 Asia Citizen Future Association
(講座改期)台北講座|ACFA x Gerakbudaya :獨立書店真浪漫?馬來西亞獨立出版的困境與突破-我被查水錶、被約談、被禁書的日常

(講座改期)台北講座|ACFA x Gerakbudaya :獨立書店真浪漫?馬來西亞獨立出版的困境與突破-我被查水錶、被約談、被禁書的日常

緊急公告「獨立書店真浪漫?馬來西亞獨立出版的困境與突破」#講座取消!由於講者身體微恙,我們決定臨時取消此次活動,並將會改期並以線上座談方式進行。若為您帶來不便,我們向您誠摯致上歉意!我們將於2月27日帶來另一場關於 #緬甸邊境尋求庇護者 的講座,敬請持續關注我們的消息,一起關注東南亞人權與公民空間,謝謝您的支持! ——講座資訊—— 時間:2月6日(四)19:00-21:00 地點:台灣台北中正區,實際地點將於報名確認信中註明 如果能開一間自己的獨立書店,是不是很浪漫?但在言論自由受限的 #馬來西亞 開一間 #獨立書店,卻可能被約談、被禁書、被查水錶? 2018年,馬來西亞經歷了獨立以來的第一次政黨輪替,然而,政治動盪與首相頻繁更替,也讓司法改革與人權議題的進展充滿挑戰。雖然近年馬來西亞司法改革有些進展——例如:廢除強制死刑法令、承諾檢視「3R」議題(種族、宗教、王室)相關法律,但基本人權和公民權利依然受到許多限制。

By 亞洲公民未來協會 Asia Citizen Future Association
台北講座|除了詐騙,還有誰在緬甸邊境?活在夾縫裡的緬甸流亡社群 4 Years of Resistance and Hope: How we can Support Myanmar's Exiled HRDs? (English Below)

台北講座|除了詐騙,還有誰在緬甸邊境?活在夾縫裡的緬甸流亡社群 4 Years of Resistance and Hope: How we can Support Myanmar's Exiled HRDs? (English Below)

活動資訊 Event information —講者簡介— * 講者:長期支持海外緬甸行動者的團體「Exile Hub」 * 主持:亞洲公民未來協會 Doris Yang —講座資訊— * 時間:2月27日 (四) 19:00 * 講座以英文進行,並提供有需求者中文口譯 * 地點:台北善導寺捷運站附近,實際地點將註明於報名確認信中 * 立刻到留言區免費報名! —SPEAKERS— * Speakers:-Ma Zee (Managing Director, Exile Hub)-Yucca (Resesarching Director, Exile Hub) * Moderator: Doris Yang (Project Coordinator, ACFA) —INFO— * Language: English with Mandarin translation upon

By 亞洲公民未來協會 Asia Citizen Future Association
ACFA: Taiwan perlu tingkatkan pendidikan berperspektif migran  (Bahasa Indonesia)

ACFA: Taiwan perlu tingkatkan pendidikan berperspektif migran (Bahasa Indonesia)

07/11/2024 19:43(Diperbaharui 07/11/2024 20:27) ACFA: Taiwan perlu tingkatkan pendidikan berperspektif migran - Fokus TaiwanAsia Citizen Future Association (ACFA) menilai Taiwan perlu memperkuat pendidikan dengan perspektif migran untuk menciptakan ruang yang lebih inklusif, terutama sebagai ruang aman bagi pejuang hak asasi manusia, seperti yang

By 亞洲公民未來協會 Asia Citizen Future Association